REFLEKSI MEMAHAMI 40 JAM MENGAJAR ALA GURU ATAYA
Tidak sedikit para guru memahami bahwa kerja kita hanyalah sebatas jam mengajar tertulis. Namun syukurnya banyak pula guru yang sudah memahami bahwa tugas seorang guru bukan hanya mengajar, namun juga mendidik, melatih, mengarahkan, menilai dan mengevaluasi siswa. Maka minimal 24 jam tatap muka bukanlah patokan jam kerja guru.
Kita lihat dan pahami Permendikbud nomor 15 tahun 2018 tentang pemenuhan
beban kerja guru, Kepala Sekolah dan Pengawas dengan lugas mengungkapkan bahwa guru
memiliki beban kerja selama 40 jam dalam satu minggu. Jam yang dimaksud di sini
dengan kapasitas 60 menit, bukan 45 menit, 40 menit atau 35 menit sebagaimana
diatur standar proses. Perbedaannya ini harus dipahami, bahwa beban kerja
dihitung 1 jam selama 60 menit, sementara pada pasal yang lain disebut jam
tatap muka minimal 24 jam maksimal 40 jam. Jam tatap muka merupakan jam yang
lazim disebut jam mengajar atau melaksanakan tugas tambahan. Jam tatap muka
alokasi waktunya sudah diatur pada standar proses, dalam hal K13 mengacu pada
Permendikbud nomor 22 tahun 2016.
Jam tatap muka pada SD 35 menit, SMP/MTs selama 40 menit, sedangkan SMA/SMK/MA/MAK selama 45 menit,
Karena itu 40 jam beban kerja bukan sesuatu yang patut ditawar karena tidak ada rentang minimal maupun maksimal. Jam beban kerja berbeda definisi dengan jam tatap muka, berbeda pula alokasi waktu. Artinya seluruh guru, Kepala Sekolah dan Pengawas di setiap jenjang memiliki beban kerja yg sama. Tidak ada istilah sebenarnya guru SD misalnya pulang lebih awal dari guru SMP atau SMA, karena yang pulang cepat, siswanya. Gurunya tetap punya waktu pulang yang relatif sama untuk semua jenjang.
Hitungannya mungkin bisa disimulasi seperti ini (tergantung struktur kurikulum yang digunakan), Senin sampai Sabtu kita berada di sekolah selama 7 jam, kecuali Jum'at selama 5 jam. Simulasi tersebut bagi sekolah yang membuka selama 6 hari kerja, bisa jadi juga 8 jam per hari jika sekolah yang membuka 5 hari kerja. Semisal kita berada di sekolah mulai pukul 07.00 WIB berarti kita seharusnya pulang pukul 14.00 WIB. Persoalan kemudian siswa pulang pukul 13.30 WIB atau lebih awal bisa saja terjadi karena jam mengajar teralokasi kurang dari 60 menit sebagaimana tertuang dalam standar proses. Dengan demikian sebenarnya tidak ada guru, kepala sekolah atau pengawas yang pulang barengan siswa, apalagi lebih awal dari siswa.
Di dalam 40 jam tersebut, efektifnya dihitung sebagai jam bekerja adalah 37,5 jam dan sisanya 2,5 jam sebagai jam istirahat.
Apalagi proses pembelajaran di era Covid-19 sekarang ini, sesuai dengan SKB 4 menteri jika melaksanakan PTM 100%, siswa disekolah maksimal harus 6 jam.
Baca Juga :
Jadi agak aneh saja jika ada guru yang tidak selesai perangkat pengajaran (tidak lengkap perangkat KBMnya), tidak tuntas menilai siswa, tidak mengadakan remedial dan pengayaan karena alasan waktu ngajarnya padat atau bahkan ada guru yang di sekolahnya masih ada yang meminta jadwal kosong untuk hari tertentu karena ada kegiatan lain diluar sekolah. Sangat tidak mungkin guru hanya mengajar saja, sementara jika siswa sudah pulang pun guru masih punya waktu mengerjakan sesuatu di sekolah, termasuk membimbing siswa yang masih tertinggal dalam penuntasan kompetensi dasar bahkan meninjau kebersihan ruangan kelas setelah pengajaran.
Idealnya seperti itu, semoga kita semakin menuju pendidikan yang
kualitasnya lebih baik untuk menghadapi pembaharuan dalam proses pembelajaran
Guru Merdeka Belajar, dan terakhir jangan sampai salah kita memahami guru
merdeka belajar dan mengajarnya.
Ok mantul, Sangat baik untuk dibaca semua guru
ReplyDelete