Belajar dan Merdeka Belajar
Oleh: Iwan Sumantri
Oleh: Iwan Sumantri
Minggu, 26 Juli 2020. Disela-sela waktu libur dari kegiatan BDR (Belajar dari Rumah) dengan PJJ Online (daring) Guru Ataya mengikuti dua kegiatan Daring. Pertama di Program Wardah Inspiring Teachers 2020 salah satu rangkaian Program Pelatihan untuk Guru-guru yang telah terpilih dan tergabung dalam Wardah Inspiring Teachers 2020. Pada program WIT 2020 ini, guru Ataya bersama 1800 peserta guru se-Indonesia harus melaksanakan program pelatihan secara online melalui web SekolahMu. Kedua guru aAtaya sebagai calon pengurus Gerakan Literasi Nasional (GRL) koordinatar Kabupaten Sukabumi juga harus melaksanakan dan mengikuti Diklat Penggerak Literasi yang di selenggarakan oleh GLN - Gareulis Jabar selama 2 hari sejak tanggal 25 s.d. 26 Juli 2020, dari pukul 07.30 s.d. pukul 16.00 setiap harinya.
Dengan mengatur waktu dan tenaga dua aktifitas daring tersebut alhamdulilah, guru Ataya bisa mengikutinya.
Berikut guru Ataya akan mencoba berbagai dari aktifitas kegiatan di program pelatihan Wardah Inspiring Teachers 2020, yaitu tentang Belajar dan Merdeka Belajar dengan Zoom Meeting dengan nara sumber ibu Najelaa Shihab:
Apa itu Belajar?
Bila pertanyaan tersebut
dilontarkan, pasti menghasilkan banyak variasi jawaban. Sebagian akan menjawab
belajar sebagai perilaku membaca buku pelajaran, mengerjakan soal, berdiskusi
atau bahkan ada juga yang menjawab belajar sebagai berangkat sekolah. Bila
tidak di sekolah, maka anak tidak belajar. Jadi mari kita refleksikan kembali
makna belajar dengan mengenali miskonsepsi tentang belajar
Belajar hanya untuk ujian
Bila tidak ada ujian, maka tidak
belajar. Di sekolah dan kampus, ujian dibuat jadwal berkala yang mengukuhkan
ujian sebagai ritual penting. Lahir kebiasaan SKS, sistem kebut semalam. Upaya
habis-habisan menguasai pelajaran pada malam menjelang hari ujian. Ujian
selesai, belajar pun usai. Pelajaran tak diingat lagi. Padahal dalam kehidupan,
tidak ada jadwal ujian. Ujian kehidupan bisa datang sewaktu-waktu, tidak
menunggu jadwal ujian tiba
Kendali belajar berada pada
pengajar
Karena kinerja pelaku dan
manajemen pendidikan ditentukan oleh hasil ujian murid, maka proses belajar pun
dikendalikan oleh pengajar. Pengajar yang mempunyai wewenang sepenuhnya dalam
menentukan strategi, aktivitas dan asesmen belajarnya. Pengajar menjadi subyek,
pelajar menjadi obyek. Belajar menjadi milik pengajar. Karena tidak dilibatkan,
murid tidak mempunyai rasa memiliki terhadap proses belajar. Ketika sasaran
belajar tidak tercapai, seringkali pengajar yang lebih cemas dibandingkan
pelajarnya. Padahal belajar harusnya milik pelajar, sehingga sudah sepatutnya
pengajar melibatkan pelajar dalam mengatur proses belajar
Pelajar mempunyai kebutuhan &
minat belajar yang sama
Pengajar bukan mengajar murid,
tapi mengajar materi pelajaran. Karena itu, pengajar tidak perlu mengenal
apalagi memahami kebutuhan dan minat belajar pelajarnya. Pengajar menggunakan 1
resep untuk kelas mana pun, siapa pun pelajarnya. Resep yang disebut sebagai
Pengajaran Langsung, proses belajar yang berpusat pada pengajar. Padahal
kenyataannya, murid butuh mengalami diferensiasi pengalaman belajar sesuai
minat, cara belajar dan ketersediaan sumber belajar di sekitarnya
Belajar itu menghafal dan
menggunakan rumus
Orientasi belajar untuk ujian
mendorong pengajar mengajar dengan cara yang memastikan pelajar bisa
mengerjakan ujian dengan benar dan cepat. Cara belajar tersebut adalah menghafal
dan menggunakan rumus. Selama lebih dari 12 tahun, pelajar belajar dengan cara
tersebut. Tidak heran bila pelajar mempunyai keterampilan yang khas, terampil
mengerjakan ujian. Padahal banyak tantangan kehidupan tidak seragam sebagaimana
ujian standar. Pelajar butuh menalar sebelum memahami dan mengatasi tantangan
kehidupan
Penilaian belajar sepenuhnya
wewenang pengajar
Karena tujuan dan cara belajar
ditentukan oleh pengajar maka sewajarnya penilaian belajar ditentukan juga oleh
pengajar. Pengajar yang tahu benar dan salah. Pengajar yang layak menentukan
nilai dari jawaban murid. Seringkali kriteria dan cara penilaian hanya
diketahui oleh pengajar. Pelajar diharapkan menerima begitu saja hasil
penilaian, meski tidak paham maknanya. Pelajar tidak tahu perbedaan antara
mendapat skor 8 dengan skor 9. Pelajar tidak mendapat informasi tentang apa
konsep yang perlu diperkuat atau cara belajar yang harus diperbaiki. Padahal
pelajar pun perlu belajar melakukan penilaian. Dalam kehidupan, pelajar
dituntut bisa membedakan benar dan salah atau baik dan buruk.
Apa itu Merdeka Belajar?
Merdeka Belajar adalah belajar
yang diatur sendiri oleh pelajar. Pelajar yang menentukan tujuan, cara dan
penilaian belajarnya. Dari sudut pandang pengajar, merdeka belajar berarti belajar
yang melibatkan murid dalam penentuan tujuan, memberi pilihan cara, dan
melakukan refleksi terhadap proses dan hasil belajar
Belajar bukan untuk ujian, tapi
untuk mencapai tujuan belajar yang bermakna Belajar bukan dikendalikan
pengajar, tapi disepakati bersama antara pengajar dan pelajar Belajar bukan
dengan cara yang seragam, tapi ada diferensiasi cara belajar. Belajar bukan
hanya menghafal rumus, tapi menalar dan menyelesaikan persoalan Belajar bukan
untuk dinilai pengajar, tapi dinilai bersama untuk membangun kesadaran Belajar
bukan dinilai oleh besarnya angka, tapi oleh karya yang bermakna
Temuan Riset.
Dalam penelitian yang dilakukan
Kistner dkk menyatakan bahwa Pengajaran merdeka belajar berkaitan dengan
capaian murid sekolah menengah sebagaimana pada murid di sekolah dasar.
Temuan Riset
Dalam penelitian lain menyatakan
jika Capaian akademik peserta program pengembangan guru berhubungan positif
dengan penerapan merdeka belajar
Temuan Riset
Dalam temuan riset juga ditemukan
Merdeka Belajar adalah prediktor terbaik untuk memprediksi kinerja guru
Berikut Video Zoom Meeting Program WIT 2020 " Guru Merdeka Belajar Hadapi New Normal Dengan Inovasi Pembelajaran "
Belajar merupakan kesepakatan antara "pengajar dan pelajar"..setujuu...
ReplyDelete@Ozone.fhz : Setuju banget...itu salah satu point dalam merdeka belajar !
Delete