Menebar Kebaikan Melalui Media Blog
Oleh. Iwan Sumantri
Menebar Kebaikan |
Kemajuan
Teknologi Infomasi dan Komunikasi (TIK) perkembangannya saat ini seperti jamur
di musim hujan, sangat berkembang pesat dan melaju seperti kilat di masyarakat.
Umumnya Teknologi Informasi adalah sebuah teknologi yang dipergunakan untuk
mengelola data, meliputi didalamnya : memproses, mendapatkan, menyusun,
menyimpan, memanipulasi data dengan berbagai macam cara dan prosedur guna
menghasilkan informasi yang berkualitas dan bernilai guna tinggi. Perkembangan
TIK pun terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia.
Teknologi
Informasi dan Komuikasi seakan telah mendarah daging didalam diri setiap insan
yang namanya manusia di era sekarang ini. Teknologi Informasi dan Komunikasi
yang telah mengglobal mampu mencakupi segala aspek yang ada dalam kehidupan
manusia saat ini. Salah satunya dalam bidang pendidikan. Teknologi Informasi
seakan telah menjadi pengalih fungsi buku, guru dan sistem pengajaran yang
sebelumnya masih bersifat konvensional. Teknologi Informasi menyebabkan ilmu
pengetahuan menjadi kian berkembang dengan pesat.
Salah
satu bagian dari TIK adalah keberadaan internet yang di dalamnya tercakup semua
aspek dalam kehidupan manusia ada di dalamnya. Lewat jejaring internet dengan
kemasan berbagai macam media sudah dan sedang kita rasakan. Jejaring sosial seperti
FB,Twiter,WA.IG,Telegram. Sekarang ini keberadaan
media sosial (medsos) menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.
Hal ini tentu tidaklah mengherankan, karena medsos merupakan sarana yang
paling efektif untuk menjalin hubungan yang baik dan hangat bersama
orang-orang di berbagai daerah bahkan di belahan dunia ini.
Melalui medsos, kita
dapat menjalin ikatan tali silaturahmi dengan orang yang terkasih seperti
keluarga atau seseorang terkasih yang berada di tempat yang sangat jauh.
Melalui medsos, kita bisa dipertemukan kembali dengan sahabat atau teman lama
setelah sekian lama terpisah tanpa kabar atau hilang kontak. Melalui medsos,
kita juga dapat mengembangkan jaringan usaha atau bisnis kita hingga ke luar
atau berbagai pelosok daerah. Melalui medsos kita dapat berbuat sesuatu sesuai
dengan keinginan kita, kita bisa membuat grup khusus yang didalamnya
orang-orang yang kita perlukan atau juga orang lain yang punya kompeten
dibadangnya.
Dari sekian banyak hal
positif yang sangat beragam tersebut, yang paling menarik bagi saya adalah
medsos bisa dijadikan sebagai sarana menebar kebaikan. Saya adalah seorang
guru, merasakan sekali bagaimana melalui WA setiap sepertiga malam mendapatkan
WA dari grup yang saya miliki ajakan untuk melaksanakan shalat malam, membaca
Alqur’an, dengan untaian serta rangkaian
kata-kata yang dapat menjadi motivasi dan inspirasi bagi orang lain. Atau
dengan kata lain, kita berusaha menggerakkan kesadaran sesama agar selalu
berbuat kebaikan lewat kata-kata yang rutin di update setiap harinya. Indah
sekali rasa nya di setiap malam bisa melakukannya.
Tapi saya sekarang ini,
sedang dan akan diterus mencoba menebar kebaikan melalui media yang juga tak
kalah heboh dan menjamurnya, yaitu Blog. Blog merupakan
singkatan dari web log adalah bentuk aplikasi we yang berbentuk tulisan-tulisan (yang dimuat sebagai posting)
pada sebuah halaman web. Tulisan-tulisan ini sering kali dimuat dalam urutan terbalik
(isi terbaru dahulu sebelum diikuti isi yang lebih lama), meskipun tidak
selamanya demikian. Situs web seperti ini biasanya dapat diakses oleh semua
pengguna Internet sesuai dengan topik
dan tujuan dari si pengguna blog tersebut.
Menebar Kebaikan Melalui Blog?
Dalam
ajaran Isalam yang saya yakini, Syariat Islam mengajarkan kepada kita agar
selalu menebar kebaikan dan kemanfaatan terhadap setiap orang, tanpa pandang
bulu, bahkan meskipun terhadap mereka yang berbeda keyakinan pun kita tetap
diperintahkan untuk bersikap ramah, baik, dan berusaha memberikan bantuan atau
pertolongan saat mereka sedang membutuhkan bantuan dari kita, rela berbagi dan
ikhlas dalam memberi
Nabi
Muhammad SAW, telah mengajarkan kepada para umatnya agar mencontoh setiap
ucapan dan perilaku beliau yang selalu berlandaskan perintah Allah Swt. Beliau
juga mengajarkan agar kita senantiasa menebar kebaikan meski itu hanya satu
ayat atau satu kalimat.
Melalui Blog Guru Ataya (http://guruataya2028.blogspot.com)
saya mencoba menebar kebaikan itu dengan hal-hal yang positif yang berhubungan
dengan tugas dan fungsi selaku seorang guru di salah satu SMP Negeri yang ada
di kabupaten Sukabumi dengan mengkolaborasikan antara kemjauan teknologi di era
milinium sekarang dengan kemampuan saya yang saya miliki selaku seorang guru di
daerah. Artikel/postingan-postingan yang ada di blog ini saya sampaikan buat
anak-anakku khususnya, umumnya semua orang yang suka jalan-jalan di dunia maya
terutama sekitar dunia pendidikan lebih khusus mata pelajaran matematika SMP.
Oh
ya…sebelum saya akhiri ada sesuatu yang akan saya sampaikan (semoga ini kebaikan)
- AKU KORBAN KEKERASAN
GURU -
Perkenalkan,
aku Indah. Lulusan terbaik Universitas Negeri Jakarta.
Kapan
aku duduk di bangku SD? Pada masa teknologi masih Radio dengan antena, dan
Televisi masih hitam putih dikeroyok semut.
Aku
korban kekerasan guru sejak kelas tiga SD. Masih segar di ingatan, wali
kelasku, Pak Ataya, berteriak marah, "hey, kamu! Maju ke depan
kelas!" Dengan wajah menantang aku berdiri, menghampiri beliau.
"Selesaikan
soal ini!" Lelaki empat puluh tahun itu memukul papan tulis dengan
penggaris kayu. "Salah sedikit saja, habis kamu!" Aku dengan yakin
mengerjakan soal matematika yang ia berikan.
"Sudah,
Pak." Aku berseru dengan sombong. Yakin kalau jawabanku pasti benar.
Tapi
....
Plak
...! Penggaris dengan panjang satu meter itu mendarat di tubuh bagian
belakangku. "Kamu perempuan, tapi bengal minta ampun! Duduk!" Aku
kembali ke kursi sambil mengusap bagian yang sakit.
.
Di
lain kesempatan, saat aku kelas lima, aku di panggil wali kelas dua, guru
wanita yang terkenal killer, kejam dan suka menghukum. Namanya Bu Hernita.
Matanya menakutkan, selalu membawa rotan di tangannya.
"Indah,
kamu tadi memukul siswa kelas dua. Betul?" Aku biasanya selalu berani
menghadapi guru, tapi hari itu, aku tertunduk takut. "Jawab...!"
Wanita itu berteriak sambil memukul meja.
Aku
benar-benar mati gaya waktu itu. Darah premanku menghilang. Padahal aku sudah
sering dipanggil guru, tapi selalu selamat dari guru satu ini. Tapi kali ini,
sepertinya adalah hari sialku.
"Kemari...!"
Tanganku di tarik mendekat, "kepalkan tanganmu!" Aku menuruti, dan
tiga puluh pukulan mendarat di kepalan tangan kecilku. Menangis? Ya, aku
menangis, tentu saja, kalian boleh mencobanya, kalau tidak percaya, rasanya
sakit!
"Aku
akan laporkan pada ayahku!" Aku menangis dan berteriak, mengambil tas di
kelas dan berlari pulang.
Tiba
di rumah, aku menceritakan semuanya dengan jujur. Apa tanggapan ayahku? Dia
menggandeng tanganku, dan kembali ke sekolah. Aku tersenyum penuh kemenangan.
"Rasakan
...." kataku dalam hati.
Tapi
... tiba di sekolah, Ayah menghampiri Bu Hernita, dan berkata, "hukum dia
lebih keras lagi, Bu, karena dia tidak sadar apa kesalahannya." Ayah meraih
penggaris dan memukul tanganku berulang kali. Dan Bu Hernita menghentikan
tindakan Ayah. "Di sekolah, hanya kami yang boleh menghukum. Bapak boleh
pulang...!" tegas Bu Hernita.
Setelah
Ayah pulang, Bu Hernita membawaku ke lapangan. Mengumpulkan semua siswa.
"Dengar
semuanya! Mulai hari ini, Ibu tidak mau ada yang berteman dengan Indah ...
kalau ada yang berteman, akan Ibu hukum! Faham?" Tatapan Bu Hernita
beralih padaku, "dan kamu, kalau masih bersikap seperti ini. Ibu akan
keluarkan kamu dari sekolah!" Kemudian beliau berlalu begitu saja.
.
Terhitung
sejak hari itu, aku tidak memiliki satu orang teman pun. Semua teman menjauh
setiap kali aku mendekat.
.
Aku
sudah kelas lima menuju kelas enam waktu itu, usiaku bukan balita lagi. Aku
sudah remaja, seharusnya sikapku tak seburuk itu.
.
Sampai
pada puncak yang membuat aku terpukul lebih keras dari pukulan Bu Hernita, sore
itu sepulang sekolah aku di panggil kepala sekolah. Saat aku masuk, ada Bu
Hernita di sana.
.
"Indah,
nilai kamu sejak kelas satu tidak buruk. Kelas satu sampai kelas dua, kamu selalu juara umum. Apa kamu tidak
bertanya-tanya, kenapa di kelas tiga sampai kelas lima kamu tidak juara?"
Kepala sekolah ku bernama Pak Sudirman, orangnya sangat lembut. Berbicara
dengan penuh kasih sayang, "nilai kamu masih tinggi. Bahkan lebih tinggi
dari peraih juara umum kita. Tapi perilaku kamu ini, yang membuat nilai angka
rapormu tidak ada gunanya."
.
Aku
tertunduk, Bu Hernita mengusap kepalaku. "Kemari, dengarkan Ibu."
Jujur baru sekali itu aku melihat Bu Hernita selembut kapas berbicara padaku.
.
"Kamu
tahu, Ndah? Apa yang paling berguna? Bukan angka-angka di rapor itu. Melainkan
... ini." Tangan beliau menyentuh dadaku. Aku sudah remaja waktu itu, dan
sudah sangat memahami maksud beliau. Bagaimana rasanya? Malu! Ingin menangis,
tapi tidak bisa. Jadinya? Sesak di dada!
.
"Begini,
apa Ndah mau berubah? Karena kalau Ndah seperti ini terus, sekolah tidak akan
meluluskan." Aku melihat ke arah Bu Hernita, aku tahu beliau serius.
"Mau
berubah?" Bisik beliau pelan. Aku mengangguk. Pelan.
"Ndah
janji, Ndah berubah, Bu. Ndah janji gak nakal lagi!"
======
Sejak
hari itu, aku adalah Indah yang baru. Aku terlahir menjadi pribadi yang
berbeda. Dan benar saja, saat kelas enam, aku kembali meraih juara umum.
Aku
lulus tes dengan nilai terbaik di SMP favorit. Juga masuk dan lulus SMA dengan
nilai yang masih sangat memukau, hingga aku berhasil meraih beasiswa sampai
menyelesaikan S1.
Ketika
lulis SMA, aku berkunjung kerumah Bu Hernita, menanyakan satu hal yang dulu tidak
berani aku tanyakan.
"Kenapa
di rapor, meski aku tidak juara, nilaiku masih di tulis dengan jujur?"
Beliau
menjawab, "karena itu nilai kamu. Kami tidak berhak
mempermainkannya."
Bertanya-tanya
apa saja kenakalanku? Banyak teman-teman. Aku memukul adik dan kakak kelas,
padahal mereka tidak sengaja menginjak kakiku waktu antri beli makan di kantin.
Aku membuang buku PR teman sekelas yang sering mengangguku, terlebih aku ini
perempuan. Dan masih banyak lagi kenakalanku yang lain, sejak kapan? Sejak aku
kelas tiga. Luar biasa bukan? Ya, aku anak nakal yang selalu di pukul oleh
guru, nyaris setiap hari.
Akulah
Indah, korban kekerasan guru, yang berhasil meraih gelar sarjana dengan masa
kuliah tiga tahun.
Akulah
Indah, korban kekerasan guru, yang setiap hari memiliki luka di bagian jari.
Apakah
kedua orang tuaku melaporkan mereka? Ooh tidak! Orang tuaku tahu, bagaimana
sifat dan sikapku. Itulah kenapa mereka akan tambah memarahiku, setiap kali aku
terkena hukuman.
Akulah
Indah, korban kekerasan guru, yang sangat berterimakasih pada rotan dan
penggaris kayu itu.
Namaku,
Indah. Aku bahagia guruku pernah memukul saat aku nakal.
Terimakasih,
Bu Hernita, rotan itu bukan hanya melukai tanganku. Tapi juga berhasil memukul
keras batu yang ada di hatiku.
Beliau
selalu memanggilku "Ndah" kalau aku sedang tidak bermasalah. Tapi
saat aku berbuat salah, beliau akan menyebut namaku "Indah!" Dengan
sangat keras.
Aku
memakai nama 'Ndah' karena aku berterimakasih pada beliau.
=========
Bu,
Pak, tahukah anda?
Hanya
anda yang tahu karakter anak-anak anda. Bagaimana bisa anda lepaskan tanggung
jawab kepada gurunya di sekolah? Tapi anda menahan hak didik bagi mereka atas
anak anda.
Bu,
Pak, pikirkanlah, apakah mungkin seorang guru tiba-tiba memukul siswanya tanpa
kesalahan?
Bu,
Pak, mereka menggunakan tangan untuk menjewer. Tapi mereka menghabiskan
setengah hidupnya untuk keberhasilan anak anda.
Saat
anak anda menjadi dokter, anda berkata dengan bangga, "ini anakku, menjadi
dokter karena kerja kerasku!"
Bu,
Pak, pernahkah saat anak anda pintar membaca, lantas anda berterimakasih, pada
gurunya?
Saat
anak anda pandai menghitung, pernahkah berpikir untuk mendoakan gurunya?
Bu,
Pak, kalian mengirim mereka ke sekolah, karena kalian tahu, mereka butuh
seorang guru. Lantas, mengapa saat anak anda mendapat secuil cubitan, jeweran,
lantas anda melaporkan gurunya ke polisi? Memenjarakan gurunya begitu saja.
Bu,
Pak, anda tahu karakter anak anda. Pikirkanlah kenapa mereka di jewer, di
cubit. Karena gurunya menyayangi mereka, memperlakukan mereka seperti anak
sendiri.
Bu,
Pak, aku bukan guru, tapi aku adalah korban kekerasan guru, dan aku bangga
guruku bersikap keras terhadapku. Karena kalau tidak, maka aku tidak akan
seperti sekarang.
Bu,
Pak, tidak perlu membawa bingkisan untuk gurunya. Cukup hargai mereka,
tundukkan kepala dan ingat bagaimana peranannya untuk masa depan putra dan
putri anda.
Mereka
guru, dengan tulus mendidik, tapi di rumah, anda memberi anak-anak dengan
gadget, dan tontonan televisi yang tak bermoral. Lalu, anda menyalahkan guru
ketika anak anda berperangai buruk.
Kilau
emas yang anda pakai itu, adalah hasil kerja keras penambang yang digaji tak
seberapa.
Begitulah
kerasnya kerja seorang pembentuk, seperti
Itulah
arti seorang guru 🙏🙏🙏
Writer
: ndah Indah
Saya berpendapat, meski banyak
yang menyebut sebagai pencitraan, melakukan kebaikan di media blog tentu saja
akan meninggalkan jejak digital yang bisa berguna di masa depan. Jika tak
diperhatikan di masa sekarang, maka jejak digital kebaikan berbagi tersebut masih akan
tetap menjadi ladang kebaikan bagi generasi selanjutnya.
Salah satu amal yang tidak
terputus selain anak yang soleh dan amal jariyah, tentu saja adalah ilmu dan
kebaikan berbagi yang bermanfaat bagi banyak orang. Kebaikan berbagi bisa saja
tidak kita rasakan sekarang dampaknya, tapi yakin lah dengan rela berbagi
ikhlas dalam memberi, semoga Allah SWT akan mencatatnya sebagai suatu kebaikan
seperti halnya ketika kita mengeluarkan zakat, akan tercatat di panitia BAZ
zakat yang ada di daerah kita.
Ladang kebaikan Allah SWT siapkan
seluas langit dan bumi. Jika kita berbuat baik, kebaikan itu untuk kita sendiri.
Aamiin YRA.
“Tulisan ini diikutsertakan
dalam Lomba Blog Menebar Kebaikan yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa”
Menebar kebaikan seharusnya selalu berkobar dalam diri kita, apalagi ketika kita jadi Guru ! Sukses Pak Lomba nya !
ReplyDeleteSetuju sekali, itulah seharusnya yang tertanam dan selalu ada dalam diri kita untuk selalu menebar kebaikan. Terimakasih, sukses juga buat kita semuanya. Aamiin YRA !
Delete